Ketegasan Melawan Intoleransi

Pada 1957, Presiden Amerika Dwight Eisenhower mengirimkan seribu tentara ke sebuah sekolah menengah di Little Rock Arkansas. Mereka bertugas mengawal sembilan anak kulit hitam agar bisa belajar di sekolah yang semua siswanya kulit putih. Ketika itu, warga kulit hitam di Amerika masih merupakan warga kelas dua dan sering mendapat pelecehan. Mereka tidak bisa bergaul dengan warga kulit putih secara sejajar.

Pemerintah Amerika beranggapan kejahatan rasial terhadap kulit hitam harus dihentikan. Mereka harus hidup setara dengan ras lainnya. Karena itu menggabungkan sekolah antara pelajar kulit putih dan kulit hitam adalah salah satu langkah awal. Namun itu bukanlah langkah mudah. Gubernur Arkansas menolak memberikan jaminan keamanan terhadap sembilah siswa kulit hitam itu. Ia takut warga kulit putih marah dan menimbulkan kerusuhan.

Eisenhower bergeming. Ia berkeras hukum harus ditegakkan. Karena itu ketika pemerintah dan aparat keamanan lokal angkat tangan. Eisenhower mengirimkan seribuan tentara.

Kini puluhan tahun kemudian, kita melihat hasil dari ketegasan pemerintah Amerika. Warga kulit hitam bisa hidup setara dengan ras lainnya. Bahkan bisa menjadi presiden.

Dari Eisenhower kita belajar ketegasan seorang pemimpin. Ketika ada masalah dalam soal keberagaman ia segera mengambil sikap dan tak menunggu lama melakukan tindakan. Dalam banyak kasus, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jelas jauh dari sikap tegas dan segera melakukan tindakan. Apalagi khususnya untuk kasus intoleransi yang saat ini marak di Indonesia.

Dalam kasus GKI Yasmin Presiden SBY hanya sebatas melakukan melakukan kecaman terhadap Walikota Bogor yang tetap melarang pembangunan Gereja meski sudah ada putusan Mahkamah Agung. Tidak ada langkah apapun untuk memastikan hukum ditegakkan. Bawahan presiden di Kementerian Agama yang harusnya bertugas memelihara kerukunan juga tak tampak bekerja. Bukan hanya untuk kasus GKI Yasmin, tapi juga banyak kasus intoleransi lainnya.

Ketidaktegasan presiden dan anak buahnya ini mendorong semakin banyak kasus intoleransi. Terakhir kita dengan pembakaran rumah dan madrasah penganut Syiah di Sampang, Madura.

Di awal tahun 2012 ini, kita berharap ada perubahan sikap dari pemerintahan untuk kasus-kasus toleransi antaragama. Hentikan berwacana. Beri perlindungan kelompok agama minoritas dan tindak tegas terhadap mereka yang melakukan kekerasan atas nama agama. Pemerintah juga harus mendorong dialog-dialog antaragama untuk menjalin rasa percaya dan menghapus kecurigaan. Hanya dengan begitu hubungan harmonis antaraagama bisa dicapai

Blog Terkait

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...